Menteri Keuangan
Kabinet
Presidensial
2
September 1945 s.d. 26 September 1945
Lahir di Solo pada tanggal 13 Maret 1894. Menempuh pendidikan
ekonomi dan hukum negara di Sekolah Tinggi Dagang (Handels-hogeschool) di
Rotterdam. Gelar akademik terakhir yang didapat tahun 1925 adalah gelar Doktor
dengan disertasi De Ontwikkeling v.d handels politik van Japan[1].
Selama di Rotterdam, ia dikenal sebagai pemukul gong dalam perkumpulan gamelan
pribumi.
Perjalanan karir di Kementerian Keuangan dirintis sejak Sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kedua (19 Agustus 1945).
Pada saat itu, dibentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara. PPKI menunjuk
Samsi Sastrawidagda, Kepala Kantor Tata Usaha dan Pajak di Surabaya pada masa
pendudukan Jepang, sebagai Menteri Keuangan[2] pada
kabinet RI pertama (Kabinet Bucho/presidensial).
Sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Republik Indonesia
(RI) pertama Dr. Samsi mempunyai peranan besar dalam usaha mencari dana guna
membiayai perjuangan dan jalannya pemerintahan RI. Ia memperoleh informasi
dari Laksamana Shibata bahwa di gedung Bank Escompto Surabaya tersimpan
uang peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang disita Jepang. Karena
hubungannya yang dekat dengan para pemimpin pemerintahan Jepang di Surabaya ia
berhasil membujuk mereka. Uang tersebut diambil melalui operasi penggedoran bank[3].
Sebagai Menteri Keuangan, Samsi tidak pernah memimpin
Kementerian Keuangan secara langsung. Bahkan belum sempat menyusun perencanaan.
Kondisi fisiknya yang sering sakit-sakitan menjadikan ia lebih memilih tinggal
di Surabaya. Pada tanggal 26 September 1945 beliau mengundurkan diri menjadi
Menteri Keuangan[4] kemudian
A.A Maramis yang sebelumnya Menteri Negara dilantik menjadi Menteri Keuangan.
[1] Anderson,
Benedict.RO. 1988. Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
1944-1946. Pustaka Sinar Harapan:Jakarta
[2] Rupiah
di tengah rentang sejarah : 45 tahun uang Republik Indonesia, 1946-1991. 1991.
Departemen Keuangan
[3] Moehkardi.
1993. R. Mohamad dalam Revolusi 1945 Surabaya. Sebuah biografi. Lima
Sekawan:Klaten
[4] Poeze,
Harry A. 2009. Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia.Pustaka Obor
Indonesia.
Yang Terjadi 2 Minggu Kebelakangan Ini
Yaitu :
JAKARTA - Nomor telefon
(handphone/HP) yang dicantumkan di sebuah media massa ternyata bukan yang
diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para pengungsi korban erupsi
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada Rabu 29 Oktober 2014.
Nomor telefon yang beredar tersebut ternyata milik seorang warga
Gorontalo bernama Herman Abidun (30).
Berdasarkan penelusuran Okezone, nomor yang diberikan Presiden Jokowi saat itu adalah 08122600960.
Nomor tersebut sengaja diberikan Presiden Jokowi agar bisa mendapat keluhan
langsung dari masyarakat.
Sementara, nomor yang dimuat sebuah media massa adalah
081296007000. Nomor tersebut milik Herman.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Jokowi
sengaja memublikasikan nomor telefon pribadinya untuk memudahkan berhubungan
dengan masyarakat yang ingin melaporkan suatu permasalahan.
"Beliau menyampaikan nomor itu kalau ada persoalan yang
ingin dilaporkan," kata Khofifah kepada Okezone, Sabtu (1/11/2014) sore.
Khofifah ikut mendampingi Jokowi dalam kunjungan tersebut.
Menurut dia, penyebaran nomor telefon merupakan bentuk bahwa negara hadir untuk
rakyat.
"Presiden hadir untuk masyarakat di mana pun. Kalau mereka
(pengungsi) akan menyampaikan apa yang terjadi di pengungian diberi kesempatan
melaporkan ke Presiden," papar Khofifah.
Sebelumnya diberitakan, Herman mengatakan menerima ratusan
telefon dan pesan singkat (SMS). Penelefon serta pengirim pesan singkat mengira
Herman adalah Presiden Jokowi sebagaimana nomor telefon yang tertera di media
massa tersebut.
(trk).
0 komentar:
Posting Komentar