a. Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi apabila
perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam kapasitas dan posisi yang
memungkinkannya mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau
perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif. Dalam kasus
pebisnis menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legislatif,
dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Kernaghan dan
Langford sebagai self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu
berasal dari kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau
legislatif. Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain seperti
kekuatan keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki
kedua hal itu meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif.
Akibatnya, mereka bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun
juga perbuatan-perbuatan tercela.
Boleh jadi memang tidak selalu ada
aturan formal yang khusus dibuat untuk mencegah terjadinya benturan
kepentingan. Namun terlepas dari ada atau tidaknya aturan formal, pelaku bisnis
hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal
semata. Harus pula dipertimbangkan masalah etika. Etika pada dasarnya adalah
standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Pelaku bisnis yang
peduli kepada etika tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum,
menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan
menghindari tindakan-tindakan yang akan menghancurkan citra dan reputasi pelaku
bisnis. Namun di samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga
akan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk
dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian terhadap etika bukan
hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan
pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya
untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun yang
paling sulit dikembalikan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap segala
tindakan yang dilakukan pelaku bisnis di masa depan.
a. Etika Dalam Tempat Kerja
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja
juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat
kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya.
Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha
mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan
buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis.
Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung
jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam
dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari
kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu
output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang
asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang
perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan
perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan
tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan
tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar
hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap
Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat
kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan
kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke
pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2. Etika Hubungan
dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan
dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus
ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat,
dan memperoleh penghargaan.
3. Etika dalam
hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga
sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan
public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.
b. Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Kepemimpinan berperan sebagai motor
yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan
organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa
yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan
tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama
kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang
dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat
bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka
sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala
Internasional yang sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kebijakan
yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu
berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di perusahaan tersebut,
maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-matang mengenai
kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik
bagi perusahaan tersebut.
c. Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara
lain :
1. Untuk mengukur dan
mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang
ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu
perusahaan
2. Untuk mengukur dan
melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup :
financial dan managerial social accounting, social auditing.
3. Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
4. Menentukan biaya
dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya
sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa
jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara
spesifik.
d. Manajemen Krisis
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah
kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal.
Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan
perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan
dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil
beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi
(kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok
kerja. Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis. Setidaknya terdapat enam aspek
yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang
lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :Situasi darurat (emergency response).
1.
Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery),
2.
Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
3.
Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption),
4.
Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
5.
Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis,
perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini
terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi.
Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis
yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar