Seorang wirausaha muda bernama Gigin
Mardiansyah bisa disebut tergolong unik pada tataran usaha di Indonesia. Ketika
masih berstatus mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, alur pendidikannya jelas
tidak terlepas dari manajerial pertanian, peternakan dan perkebunan.
siapa menyangka jika saat ini disiplin ilmu tersebut ditanggalkannya untuk
berkonsentrasi menjalankan bisnis industri boneka di bawah bendera usaha Rumah
Boneka Horta. Horta adalah singkatan dari Holtikultura, sesuai program studi
holrikultura yang diambil Gigin.
Aktivitas Gigin menjadi intensif di kewirausahaan diawali ketika dia bersama
enam mahasiswa IPB lainnya sebagai kerabat dekatnya, mengikuti kontestan lomba
kewirausahaan. Dan Gigin bersama rekannya menemukan ide untuk menciptakan
boneka berdasarkan kreativitas salah satu dosen.
Boneka yang diciptakan bukan sekedar boneka biasa, karena dia dan rekannya
mampu menjadikan mainan tersebut sebagai alat edukasi untuk anak-anak. Karena
sasarannya anak-anak, maka yang diciptakan adalah boneka-boneka hewan.
Awalnya,
boneka-boneka dilengkapi secara unik oleh tanaman padi-padian di atas
kepalanya, apabila boneka direncam di dalam air. Sebab, di kepala boneka sudah
dilengkapi bibit tumbuhan. Akan tetapi, modifikasi terhadap penampilan boneka
terus disempurnakan, sehingga fokusnya lebih ke boneka
konvensional. Target dari penciptaan boneka itu tentus saja agar anak-anak
sejak dini bisa mengenal berbagai jenis hewan yang hidup di Indonesia maupun
hewan-hewan di manca negara. Selain boneka hewan, kelompok itu juga menciptakan
tokoh legenda seperti dokter, guru serta tokoh yang menjadi popular di
masyarakat. Adapun bonekanya secara umum tidak terlalu besar, karena
tingginya mulai dari 5 cm-20 cm, kata Gigin Mardiansyah menjelaskan
kepada Bisnis. Seiring perjalanan waktu, ketujuh mahasiswa yang mulai memiliki
jiwa kewirausahaan kental tersebut akhirnya berpisah setelah dimulai dari satu
ajang lomba pada 2004. Gigin lalu malanjutkan usahanya melalui bendera Rumah
Boneka Horta, dan dikembangkan secara profesional dan komersial. Yang membuat
produk Rumah Boneka mamu Horta terus bertahan, karena bahan dasarnya memang
berbeda dibandingkan dengan produk boneka lainnya. Gigin mengutamakan bahan
baku serbuk gergaji yang dimasukkan ke dalam stoking serta dibentuk sesuai
dengan model yang diinginkan. Pembentukan model atau karakteristik boneka
hewan dilaksanakan dengan bantuan benang yang diikat dan dijahit. Sampai saat
ini, menurut pengakuan Gigin, produksi Rumah Boneka Horta terus meningkat,
sehingga makin optimistis bisa dikembangkan lagi.
”Sebelumnya pemasaran yang dilakukan terbatas pada dunia pendidikan saja.
Namun, karena respons masyarakat secara umum juga besar, lalu gigin membuka
pasar lebih luas sekaligus meningkatkan produksi,” papar ayah dari seorang anak
ini.
Kapasitasnya saat ini bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 boneka per bulan, atau
sekitar 1.000 setiap hari. Jika permintaan menurun, minimal produksi yang
dipertahankan sekitar 10.000. Apabila order meningkat, jumlahnya bisa mencapai
18.000 boneka per bulan.
Dari ajang lomba wajib tersebut tingkat almamater tersebut, Gigin akhirnya
menjadikannya sebagai tumpuan utama, dan saat ini setidaknya dia berhasil
merekrut sekitar 30 tenaga kerja profesional sebagai pendukung roda
bisnisnya yang kian berkembang.
Tenaga kerja atau perajin yang direkrut merupakan tenaga istimewa, karena
mayoritas adalah kaum ibu-ibu yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan tetap.
Gigin berhasil mengoptimalkan kemampuan mereka menjadi tenaga trampil yang ke
depan berpotensi menjadi wirausaha. Meski kategori usahanya home industry,
namun kemampan produksinya tidak meragukan, karena pasokan lebih dominan ke
distributor ketimbang di pasarkan secara ritel. Kondisi itu akhirnya
menempatkan tenaga kerja menjadi lebih piawai.
Meski dari tujuh kerabat saat ini sudah berpencar, namun Gigin memantapkan diri
menjadikan Bogor sebagai base usahanya. Tepatnya di kawasan Kampus IPB Darmaga,
sedangkan mitranya sudah ada yang membuka bisnis sama di Bandung dan kota-kota
lainnya.
Menurut dia, secara konsep produksi, dia maupun rekan-rekannya tetap menganut
prinsip yang sama. Hanya saja dipastikan berbeda konsep manajemen, terutama
untuk mengembangkan pasar sebagai target akhir dari setiap poroduksi.
Itu sebabnya, ketika Gigin menyelesaikan studinya di IPB pada 2007,
konsentrasinya tidak terpecah untuk tetap meneruskan bisnisnya di sektor
boneka. Disiplin ilmu boleh berbeda, akan tetapi tuntutan jiwa kewirausahaannya
lebih kental menjadikan dia sebagai pengusaha potensial.
Sukses membangun bisnis boneka, tidak membuat kreativitas Gigin terkubur. Ayah
dari seorang putra yang baru berusia 10 bulan ini, ternyata sangat inovatif
untuk mengejar asanya. Gigin pada 2007, atau selepas dari pendidikan kampus,
membangun usaha lain di bidang lembaga keuangan mikro.
Bisnis tersebut adalah lembaga keuangan mikro (LKM) berbasis koperasi serta
didirikan dengan modal awal Rp2 juta. Secara khusus melayani keperluan pelaku
usaha mikro dan kecil di sekitar kawasan Kampus IPB Darmaga Bogor.
Namun dari bisnis keuangan ini ternyata dia mampu meraup sukses lain yang
sebenarnya tidak pernah dibayangkan Gigin, sama halnya ketika dia memulai
bisnis boneka horta melalui kompetisi kewirausahaan di internal IPB.
”Saat ini LKM El Uma, nama yang di pilih, memiliki omzet Rp2 miliar lebih.
Gigin tidak mempunyai basic keuangan, akan tetapi melalui paket learning by
doing, bisnis di sektor keuangan memberi keberhasilan seperti saat ini,” papar
Gigin yang bangga atas kesuksesannya.
Dengan keberhasilan dari sektor jasa keuangan mikro, Gigin mampu meningkatkan
pendapatan pundi-pundinya. Sebab, dari produksi Rumah Boneka Horta saja,
omzetnya per bulan secara rata-rata antara Rp80 juta—Rp100 juta.
Angka yang sangat fantastis bagi penghasilan seorang wirausaha muda yang secara
inovatif mengembangkan dua sektor bisnis berbeda sekaligus. Meski demikian,
kesuksesan tidak membuat Gigin menjadi tinggi hati.
Penampilan dan tutur bahasanya tetap seperti seorang terdidik, namun dibalik
dari kesederhanaan itu tersimpan potensi besar untuk menjadikan kelompok
usahanya terus bergeliat. Apalagi usianya masih tergolong sangat muda, sehingga
potensi menjadi pelaku usaha mapan terbayang jelas.